- Kontrak Karya Vale Indonesia akan berakhir pada 2025 mendatang
- Vale masih memiliki tugas untuk melakukan divestasi saham 11% sebelum kontrak berakhir
- Vale memiliki potensi luar biasa dengan cadangan nikelnya
Divestasi saham Vale Indonesia (INCO) masih menjadi tanda tanya. Dengan segala potensi dan ‘harta karun’ yang dimiliki Vale, proses divestasi kemungkinan bisa a lot.
Kontrak Karya (KK) Vale Indonesia akan berakhir pada 28 Desember 2025 mendatang.
Setelah 57 tahun menandatangani kontrak pertama pada 1968 dan akan berakhir dua tahun mendatang, Vale masih menyisakan banyak pekerjaan rumah (PR). Salah satunya adalah terkait divestasi 11% saham milik mereka.
Saat ini, saham Vale sebagian besar masih dimiliki asing, yakni Vale Canada Limited (VCL) 44,3%, Sumitomo Metal Mining Cp. Ltd (SMM) 15%, lalu holding BUMN tambang MIND ID 20%, dan publik 20,7%.
MIND ID sendiri masih belum memutuskan untuk membeli saham divestasi. Pasalnya, penambahan saham 11% tidak akan menjadikan MIND ID sebagai pemegang saham mayoritas.
Pembicaraan divestasi dan kontrak karya Vale diperkirakan bakal alot mengingat strategisya peran nikel saat ini dan besarnya cadangan nikel yang dimiliki Vale.
Vale juga masih bisa berkembang pesat ke depan dengan luasnya lahan eksplorasi serta konsumsi nikel global yang diproyeksi terus meningkat.
Lalu, apa ‘harta karun’ Vale yang masih tersimpan atau sudah dieksplorasi?
1. Cadangan bijih nikel ratusan juta ton
Laporan Tahunan 2022 menyebutkan cadangan mineral dan produksi bijih nikel perusahaan per akhir Desember 2022 tercatat 111,55 juta ton.
Cadangan terbukti mencapai 65,8 juta ton sementara cadangan terkira mencapai 45,74 juta ton.
Cadangan Vale turun tipis dibandingkan 2021 yang tercatat 112,5 juta ton.
Cadangan bijih nikel Indonesia per 2021 diperkirakan mencapai 4,5 miliar ton. Artinya, cadangan yang dimiliki Vale setara dengan 2,% dari cadangan total Indonesia.
2. Produksi nikel jutaan ton
Total volume produksi bijih nikel pada 2022 menembus 11,55 juta ton. Jumla tersebut memang sedikit menurun dibandingkan pada 2021 yang tercatat 12,88 juta ton.
Dalam enam tahun terakhir, produksi bijih nikel rata-rata berada di 12,8 juta ton.
Bijih nikel ini kemudian diolah, salah satunya dalam bentuk nikel matte. Produk ini merupakan produk antara untuk digunakan dalam pembuatan nikel olahan.
Rata-rata kandungannya adalah 78% nikel, 1-2% kobalt, serta 20- 21% sulfur.
Total produksi nikel dalam matte pada 2022 mencapai 60.090 ton, lebih rendah 8,1% dari tahun 2021.
Nikel dalam matte merupakan produk setengah jadi yang dapat dijual secara komersial yang berasal dari bijih yang mengandung nikel.
3. Memiliki 3 wilayah eksplorasi dan smelter
Vale tengah menggarap tiga proyek besar dengan total investasi sebesar US$ 9 miliar atau sekitar Rp 132 triliun.
Tiga proyek tersebut adalah proyek Sorowako Limonite senilai US$ 2 miliar, proyek Bahodopi senilai US$ 2,5 miliar, dan proyek Pomalaa senilai US$ 4,5 miliar.
a. Proyek Sorowako, Sulawesi Selatan
Dilengkapi dengan empat furnace, rata-rata produksi tahunan dari smelter Kapasitas produksi ditargetkan mencapai 60.000 ton. Smelter diharapkan sudah dibangun dan selesai pada 2023-2026.
Untuk menggarap proyek ini, Vale sudah menggandeng Zhejiang Huayou Cobalt Company atau Huayou.
Smelter akan dikembangkan dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) untuk mengolah bijih nikel limonit menjadi produk Mixed Hydroxide Precipitate atau MHP.
Nantinya, MHP akan diolah lanjutan dan dijadikan bahan untuk komponen baterai kendaraan listrik.
b. Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah
Smelter ini merupakan kerja sama antara Vale dengan perusahaan asal China Taiyuan Iron & Steel Group serta Shandong Xinhai Technology.
Kapasitas produksi ditargetkan 73.000 ton nikel. Proyek pembangunan sudah dimulai dan diharapkan rampung pada 2025.
c. Pomala, Sulawesi Tenggara
Kapasitas produksi diharapkan mencapai 120.000 ton. Periode pembangunan proyek yang dijadwalkan pada 2022-2025 diharapkan selesai tepat waktu.
Proyek smelter ini merupakan proyek kerja sama Vale dengan perusahaan China Zhejiang Huayou Cobalt dan perusahaan Amerika Serikat Ford Motor Co.
Smelter ini akan memproduksikan 120 ribu ton per tahun Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).
4. Masa depan industri nikel yang cerah
Nikel diyakini akan menjadi komoditas rebutan dunia sejalan dengan meningkatnya penggunaan komoditas tersebut untuk berbagai keperluan industri.
Industri baja saat ini masih menjadi penyerap utama dari nikel. Merujuk data Booklet Kementerian ESDM, permintaan dari industri baja diperkirakan akan meningkat tipis menjadi 1,9 juta ton pada 2040, dari 1,65 juta ton pada 2019.
Namun, permintaan dari sektor baterai akan melonjak dari 163.00 pada saat ini menjadi 1,22 juta ton pada 2040.
Salah satunya adalah karena meningkatnya produksi mobil listrik.
Konsumsi nikel global pada 2022 diperkirakan mencapai 3,14 juta ton. Badan Energi Internasional (EIA) memperkirakan angkanya akan meningkat menjadi 6,27 juta ton.
Nikel tidak hanya dimanfaatkan untuk industri baja dan kendaraan listrik tetapi juga sektor energi terbarukan, stainless steel, hingga otomotif.
Nikel bisa berperan besar dalam energi terbarukan karena mampu menyimpan cadangan energi dengan baik serta dikombinasikan dengan listrik tenaga matahari.
Martin Stuermer, analis komoditas dari Dana Moneter Internasional (IMF) dalam diskusi Asian Development Bank’s Commodity Outlook, tahun lalu mengatakan nikel akan menjadi primadona di masa depan.
Harga nikel diperkirakan akan bertahan tinggi setidaknya dalam satu dekade ke depan karena transisi energi dari fosil ke energi ramah lingkungan.
Nikel merupakan komponen penting dalam pembuatan baterai kendaraan listrik sehingga permintaannya diperkirakan kan meningkat tajam seiring kenaikan produksi kendaraan listrik.
Total nilai produksi nikel pada 2040 diperkirakan akan menembus US$ 4,2 triliun, melonjak tajam dari US$ 0,6 triliun di tahun 2018.
5. Dampak ekonomi
Pengembangan komoditas nikel akan memberi banyak positif terhadap ekonomi dan daerah setempat.
Data 2019 menunjukkan jika pengembangan proyek nikel sudah mampu mendatangkan investasi senilai US$ 184 juta, menyumbang pajak hingga Rp 2,05 triliun, serta mempekerjakan 21.266 orang.