BUMN terancam mendapat tekanan beban baru akibat proyek proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Di mana, China telah mematok suku bunga pinjaman untuk proyek ini sebesar 3,4%, di atas target pemerintah yang hanya 2%.
Besaran bunga ini dinilai cukup mahal dan dikhawatirkan bakal semakin menambah beban BUMN yang ikut dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Lalu apakah hal itu akan memicu adanya potensi RI bakal gagal bayar untuk proyek ini?
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai bunga yang diberikan China ini cukup mahal jika dibandingkan negara lain seperti Jepang.
“Pertama memang harus tahu dulu 3,4% itu time periode berapa. Bisa relatif mahal kalau misalnya hanya 20 tahun, karena China memberikan bantuan pinjaman ke Sri Lanka itu maksimal 2% untuk jaminan 20 tahun,” kata Tauhid, kepada CNBC Indonesia dikutip Selasa (18/4/2023).
Jika dibandingkan Jepang, lanjut Tauhid, juga terlihat lebih mahal. Di mana menurutnya rata-rata memberikan bunga pinjaman untuk proyek infrastruktur paling tinggi 0,55% – 1,1% untuk jangka waktu 20 – 30 tahun.
Selain itu, ujar Tauhid, adanya permintaan dari penyelenggara proyek untuk menaikan konsesi menjadi 80 tahun, artinya proyek ini dinilai kurang menguntungkan secara finansial.
Meski begitu dia tidak melihat adanya potensi gagal bayar dari pemerintah Indonesia.
“Saya kira nggak. Malu pemerintah Indonesia kalau sampai gagal bayar. Tapi BUMN-nya yang bakal bleeding (pendarahan),” kata Tauhid.
Terkait permintaan jaminan APBN untuk pinjaman ini, dia mengatakan, hal itu menunjukkan pemerintah China ragu jika dilakukan secara B2B dengan BUMN anggota konsorsium. Terlebih banyak anggota konsorsium yang tengah ‘berdarah-darah’ finansialnya.
“Karena BUMN yang diikutkan ini saja sudah bleeding ada KAI dan lain sebagainya, sehingga butuh jaminan dari APBN artinya mengandalkan duit dari BUMN yang ada saat ini berat. Apalagi beberapa BUMN juga lagi nggak sehat,” pungkasnya.
Tantangan KCJB
Untuk diketahui, pinjaman RI dari China untuk proyek ini senilai US$ 560 juta setara Rp 8,3 triliun atau hampir separuh dari biaya cost overrun Rp 17,9 triliun. Ditambah China meminta utang proyek dijamin oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Di sisi operasi, secara kelayakan proyek banyak diragukan oleh banyak pihak.
Di mana target penumpang 30.000 per hari dinilai sulit tercapai terlebih jika melihat rata-rata penumpang harian kereta Argo Parahyangan hanya rata-rata 10.000-14.000 penumpang per hari pada kondisi normal.
Ditambah ada pilihan moda transportasi lain yang lebih murah dan efisien, mengingat biaya yang dipatok kereta ini sekali jalan Rp 350 ribu per orang dan belum langsung berhenti di Kota Bandung.